siska nurfadila

siska nurfadila

Jumat, 29 Maret 2013

Makalah Tuberkulosis


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga saya dapat merampungkan makalah  ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu saya dalam proses pembuatan makalah ini. Demikian juga, berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini, saya mengucapkan terima kasih. saya mengakui bahwa saya adalah manusia yang memiliki keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Demikian halnya dengan makalah ini. Tidak semua hal dapat saya deskripsikan dengan sempurna. Maka dari itu, seperti yang telah dijelaskan bahwa saya memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, saya bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman agar makalah saya dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Dengan adanya makalah ini, saya mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini, terutama dapat dijadikan pedoman dan bahan bagi para mahasiswa untuk menunjang kelancaran kegiatan belajar dengan efektif. Dan semoga dengan adanya makalah ini, dapat meningkatkan bahkan menambah wawasan kita mengenai Tuberkulosis.





                                                                           Makassar, 02 November 2012



                                                                                    Siska Nur Fadillah



DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
a.         Latar Belakang...........................................................................................1
b.         Tujuan Penulisan........................................................................................1
c.         Manfaat Penulisan......................................................................................2
BAB II Pembahasan
a.         Pengertian Tuberkulosis. ...........................................................................2
b.         Strategi Pengobatan TB MDR...................................................................3
c.         Paduan Obat TB MDR...............................................................................3
d.        Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR........................................................4
e.         Pengobatan Ajuvan Pada TB MDR...........................................................5
f.          Fase-Fase Pengobatan TB MDR................................................................5
g.         Lama Pengobatan.......................................................................................7
h.         Evaluasi Pasien TB MDR..........................................................................7
BAB III Penutup
a.    Kesimpulan………………………………………………………………...8
b.    Saran……………………………………………………………………….8
Daftar Pustaka……………………………………………………………………..9










BAB  I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Masalah resistensi obat pada pengobatan TB khususnya MDR dan XDR menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting dan perlu segera ditanggulangi. Insidens resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan TB yang pertama kali pada tahun 1943. TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB MDR tersebut. Pengobatan yang tidak adekuat biasanya akibat dari satu atau lebih kondisi berikut ini:
a.       Regimen, dosis, dan cara pemakaian yang tidak benar
b.      Ketidakteraturan dan ketidakpatuhan pasien untuk minum obat
c.       Terputusnya ketersediaan OAT
d.      Kualitas obat yang rendah
Standard 15 : Penatalaksanaan TB Resisten Obat
a.       Pasien tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
b.      Paling tidak harus digunakan empat obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
c.       Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
d.      Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB harus dilakukan.

B.       Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan :
i.        Mengetahui pengertian Tuberkulosis.
j.        Mengetahui Strategi Pengobatan TB MDR
k.      Mengetahui Paduan Obat TB MDR
l.        Mengetahui Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR
m.    Mengetahui Pengobatan Ajuvan Pada TB MDR
n.      Mengetahui Fase-Fase Pengobatan TB MDR
o.      Mengetahui Lama Pengobatan
p.      Mengetahui Evaluasi Pasien TB MDR

C.      Manfaat Penulisan
Mengacu pada tujuan penulisan, maka manfaat penulisan dari makalah ini adalah :
1.      Dapat Mengetahui pengertian Tuberkulosis.
2.      Dapat mengetahui Strategi Pengobatan TB MDR
3.      Dapat mengetahui Paduan Obat TB MDR
4.      Dapat mengetahui Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR
5.      Dapat mengetahui Pengobatan Ajuvan Pada TB MDR
6.      Dapat mengetahui Fase-Fase Pengobatan TB MDR
7.      Dapat mengetahui Lama Pengobatan
8.      Dapat mengetahui Evaluasi Pasien TB MDR










BAB  II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tuberkulosis
TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB MDR tersebut.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia dan merupakan penyebab utama kematian. Sekitar 8 juta kasus baru terjadi setiap tahun di seluruh dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tb) secara laten.  Kemampuan untuk mendeteksi secara akurat infeksi M.tb menjadi sangat penting untuk mengendalikan epidemi tersebut.

B.     Strategi Pengobatan TB MDR
Tiga pendekatan pengobatan :
1.      Paduan standard
2.      Paduan empiric
3.      Paduan disesuaikan masing-masing pasien (Ideal, tapi tergantung sumber daya & sarana)
Pilihan berdasarkan :
a.       Ketersediaan OAT lini kedua (second-line)
b.      Pola resistensi setempat dan riwayat penggunaan OAT lini kedua
c.       Uji kepekaan obat lini pertama dan kedua
Program TB MDR yang akan dilaksanakan saat ini menggunakan strategi pengobatan yang standard (standardized treatment).
Klasifikasi obat anti tuberkulosis dibagi atas 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu :
1.      Kelompok 1: Sebaiknya digunakan karena kelompok ini paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik (Pirazinamid, Etambutol)
2.      Kelompok 2: Bersifat bakterisidal (Kanamisin atau kapreomisin jika alergi terhadap kanamisin)
3.      Kelompok 3: Fluorokuinolon yang bersifat bakterisidal tinggi (Levofloksasin)
4.      Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik tinggi (PAS, Ethionamid, Sikloserin)
5.      Kelompok 5: Obat yang belum jelas efikasinya. Tidak disediakan dalam program ini.

C.    Paduan Obat TB MDR
Paduan obat TB MDR yang akan diberikan kepada semua pasien TB MDR (standardized treatment) adalah: Paduan ini hanya diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB MDR Paduan obat standard diatas harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan di bawah ini:
a.       Hasil uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah satu obat diatas. Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan
b.      Ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya sehingga dicurigai ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat kuinolon
6 Km - E – Etho – Levo – Z – Cs / 18 E – Etho – Levo – Z – Cs
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.7 2 untuk pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten terhadap levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik
c.       Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat diidentifikasi sebagi penyebabnya
d.      Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak, demam, penurunan berat badan.

D.    Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR
Prinsip paduan pengobatan TB MDR terbagi atas 9 bagian yaitu:
1.      Setiap rejimen TB MDR terdiri dari paling kurang 4macam obat dengan efektifitas yang pasti atau hampir pasti.
2.      PAS ditambahkan ketika ada resistensi diperkirakan atau hampir dipastikan ada pada fluorokuinolon. Kapreomisin diberikan bila terbukti resisten kanamisin.
3.      Dosis obat berdasarkan berat badan.
4.      Obat suntikan (kanamisin atau kapreomisin) digunakan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau bulan setelah terjadi konversi biakan. Periode ini dikenal sebagai fase intensif.
5.      Lama pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan
6.      Definisi konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
7.      Suntikan diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per oral diminum setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepas petugas kesehatan kecuali pada hari libur diminum didepan PMO. Sedangkan pada fase lanjutan obat oral diberikan maksimum 1 minggu dan diminum didepan PMO. Setiap pemberian suntikan maupun obat oral dibawah pengawasan selama masa pengobatan.
8.      Pada pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vit. B6), dengan dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin.
9.      Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal.

E.     Pengobatan Ajuvan Pada TB MDR
Pemberian tambahan zat gizi :
a.       Pengobatan TB MDR pada pasien dengan status gizi kurang akan lebih berhasil bila diberi tambahan zat gizi protein, vit dan mineral (vit A, Zn, Fe, Ca, dll). Pemberian mineral tidak boleh bersamaan dengan fluorokuinolon karena akan mengganggu absorbs obat, berikan masing – masing dengan jarak minimal 4 jam.
b.      Kortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan respirasi berat, gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis. Prednison digunakan 1 mg/kg dan diturunkan (tappering off) apabila digunakan dalam jangka waktu lama. Kortikosteroid juga digunakan pada pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.

F.     Fase-Fase Pengobatan TB MDR
1.      Fase Pengobatan intensif
Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi (kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan
a.       Fase rawat inap di RS 2-4 minggu
Pada fase ini pengobatan dimulai dan pasien diamati untuk:
·      Menilai keadaan pasien secara cermat
·      Tatalaksana secepat mungkin bila terjadi efek samping
·      Melakukan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang intensif

Dokter menentukan kelayakan pasien untuk rawat jalan berdasarkan:
·      Tidak ditemukan efek samping Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai dengan pedoman pengobatan TB MDR

Penentuan tempat pengobatan
Sebelum pasien memulai rawat jalan, Tim ahli klinis rujukan MDR membuat surat pengantar ke UPK satelit TB MDR yang terdekat dengan tempat tinggal pasien untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya. Pasien juga dapat memilih RS rujukan TB MDR sebagai tempat melanjutkan pengobatan rawat jalan hingga selesai pengobatan

b.      Fase rawat jalan
Selama fase intensif baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh petugas kesehatan dengan disaksikan PMO kepada pasien. Pada fase rawat jalan ini obat oral ditelan di rumah pasien hanya pada libur
Pada fase rawat jalan:
1.      Pasien mendapat suntikan setiap hari (Senin s/d Jumat) sedangkan obat oral 7 hari per minggu. Penyuntikan obat dan menelan minum obat dilakukan didepan petugas kesehatan
2.      Pasien berkonsultasi dan diperiksa oleh dokter UPK satelit-2 setiap 1 minggu
3.      Pasien yang memilih pengobatan di UPK satelit akan mengunjungi dokter di RS rujukan MDR setiap 2 minggu (jadwal kedatangan disesuaikan dengan jadwal pemeriksaan sputum atau laboratorium lain) sampai dokter memutuskan kunjungan dikurangi menjadi sebulan sekali
4.      Dokter UPK satelit memastikan:
·      bahwa pasien membawa spesimen sputum yang layak untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur setiap bulannya dan dilakukan pemeriksaan darah atau lainnya jika dibutuhkan.
·      Anggota Tim Ahli Klinis dan wasor memperoleh informasi klinis yang diperlukan untuk dibicarakan pada pertemuan Tim Ahli Klinis (hasil pemeriksaan sputum dan kultur, efek samping dst)
·      Mencatat perjalanan penyakit pasien dan bila ada kejadian khusus maka akan melaporkan kepada Tim Ahli Klinis di pusat rujukan
c.       Fase pengobatan lanjutan
1.      Fase setelah pengobatan injeksi dihentikan
2.      Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah konversi biakan
3.      Pasien yang memilih menjalani pengobatan di RS Rujukan TB MDR mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi dengan dokter setiap 1 bulan Pasien yang berobat di UPK satelit akan mengunjungi RS rujukan TB MDR setiap 1 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter (sesuai dengan jadwal pemeriksaan dahak dan biakan)
4.      Obat diberikan setiap minggu oleh petugas UPK satelit atau RS Rujukan TB MDR kepada pasien. Pasien minum obat setiap hari dibawah pengawasan PMO
5.      Perpanjangan lama pengobatan hingga 24 bulan diindikasikan pada kasus-kasus kronik dengan kerusakan paru yang luas

G.    Lama Pengobatan
Lama pengobatan pada pasien TB MDR
a.       Lama pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur
b.      Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurang-kurangnya 18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan.

H.    Evaluasi Pasien TB MDR
Evaluasi pada pasien TB MDR adalah :
a.       Penilaian klinis termasuk berat badan
b.      Penilaian segera bila ada efek samping
c.       Pemeriksaan dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan
d.      Pemeriksaan biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan
e.       Uji kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan kegagalan pengobatan
f.       Periksa kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (Kanamisin dan Kapreomisin)
g.      Pemeriksaan TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid






























BAB  III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
·      Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia dan merupakan penyebab utama kematian.
·      Program TB MDR yang akan dilaksanakan saat ini menggunakan strategi pengobatan yang standard (standardized treatment).
·      pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai levofloksasin dosis tinggi. Apabila sudah terbukti resisten terhadap levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik.
·      Fase intensif adalah fase pengobatan dengan menggunakan obat injeksi (kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
·      Anjuran minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurang-kurangnya 18 bulan setelah konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan.

B.       Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun isinya, maka dari itu penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang Tuberkulosis dan semoga dengan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.






DAFTAR PUSTAKA

·         World Health Organization .Guidelines for the programmatic management drug –resistant tuberculosis emergency edition ,Geneve.2008
·         Dep.Kes RI,Buku pedoman pengobatan nasional.Jakarta 2007
·         TBCTA.International Standard for TB care.Geneve 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar