KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan Kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nya lah sehingga saya dapat merampungkan
makalah ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu saya dalam proses
pembuatan makalah ini. Demikian
juga, berbagai sumber yang telah saya pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini, saya
mengucapkan terima kasih. saya
mengakui bahwa saya adalah manusia yang memiliki keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu, tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Demikian halnya dengan makalah ini. Tidak semua hal dapat saya deskripsikan
dengan sempurna. Maka dari itu, seperti yang telah dijelaskan bahwa saya
memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, saya bersedia menerima kritik dan
saran dari pembaca yang budiman agar makalah saya dapat diperbaiki dan menjadi lebih baik di masa yang akan datang.
Dengan adanya makalah ini, saya mengharapkan banyak manfaat yang
dapat dipetik dan diambil dari makalah ini, terutama dapat dijadikan pedoman dan bahan
bagi para mahasiswa untuk menunjang kelancaran kegiatan belajar dengan efektif. Dan semoga
dengan adanya makalah ini, dapat meningkatkan bahkan menambah wawasan
kita mengenai Tuberkulosis.
Makassar,
02 November 2012
Siska Nur Fadillah
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar..........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan
a.
Latar
Belakang...........................................................................................1
b.
Tujuan
Penulisan........................................................................................1
c.
Manfaat
Penulisan......................................................................................2
BAB II Pembahasan
a.
Pengertian Tuberkulosis. ...........................................................................2
b.
Strategi
Pengobatan TB MDR...................................................................3
c.
Paduan
Obat TB MDR...............................................................................3
d.
Prinsip
Paduan Pengobatan TB MDR........................................................4
e.
Pengobatan
Ajuvan Pada TB MDR...........................................................5
f.
Fase-Fase
Pengobatan TB MDR................................................................5
g.
Lama
Pengobatan.......................................................................................7
h.
Evaluasi
Pasien TB MDR..........................................................................7
BAB III Penutup
a. Kesimpulan………………………………………………………………...8
b. Saran……………………………………………………………………….8
Daftar
Pustaka……………………………………………………………………..9
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
resistensi obat pada pengobatan TB khususnya MDR dan XDR menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting dan perlu
segera ditanggulangi. Insidens resistensi obat meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan TB yang pertama kali pada
tahun 1943. TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah suatu fenomena buatan manusia,
sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang tidak adekuat dan penularan dari pasien TB MDR tersebut.
Pengobatan yang tidak adekuat biasanya akibat dari satu atau lebih kondisi berikut ini:
a.
Regimen,
dosis, dan cara pemakaian yang tidak benar
b.
Ketidakteraturan
dan ketidakpatuhan pasien untuk minum obat
c.
Terputusnya
ketersediaan OAT
d.
Kualitas
obat yang rendah
Standard 15 : Penatalaksanaan TB Resisten Obat
a. Pasien tuberkulosis yang disebabkan
kuman resisten obat (khususnya MDR) seharusnya diobati dengan paduan obat khusus
yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua.
b. Paling tidak harus digunakan empat
obat yg masih efektif dan pengobatan harus diberikan paling sedikit 18 bulan.
c. Cara-cara yang berpihak kepada pasien
disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
d. Konsultasi dengan penyelenggara
pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR-TB harus
dilakukan.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan :
i.
Mengetahui pengertian Tuberkulosis.
j.
Mengetahui Strategi Pengobatan TB MDR
k.
Mengetahui Paduan Obat TB MDR
l.
Mengetahui Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR
m.
Mengetahui Pengobatan Ajuvan Pada TB MDR
n.
Mengetahui Fase-Fase Pengobatan TB MDR
o.
Mengetahui
Lama Pengobatan
p.
Mengetahui Evaluasi Pasien TB MDR
C. Manfaat Penulisan
Mengacu pada tujuan
penulisan, maka manfaat penulisan dari makalah ini adalah :
1.
Dapat Mengetahui pengertian Tuberkulosis.
2.
Dapat mengetahui Strategi
Pengobatan TB MDR
3.
Dapat mengetahui Paduan Obat TB MDR
4.
Dapat mengetahui Prinsip
Paduan Pengobatan TB MDR
5.
Dapat mengetahui Pengobatan
Ajuvan Pada TB MDR
6.
Dapat mengetahui Fase-Fase
Pengobatan TB MDR
7.
Dapat
mengetahui Lama Pengobatan
8.
Dapat mengetahui Evaluasi
Pasien TB MDR
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tuberkulosis
TB resistensi obat anti TB (OAT) pada dasarnya adalah
suatu fenomena buatan manusia, sebagai akibat dari pengobatan pasien TB yang
tidak adekuat dan penularan dari pasien TB MDR tersebut.
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan
baik di Indonesia maupun di dunia dan merupakan penyebab utama kematian.
Sekitar 8 juta kasus baru terjadi setiap tahun di seluruh dunia dan
diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tb)
secara laten. Kemampuan untuk mendeteksi
secara akurat infeksi M.tb menjadi sangat penting untuk mengendalikan
epidemi tersebut.
B.
Strategi Pengobatan TB MDR
Tiga pendekatan pengobatan :
1. Paduan standard
2. Paduan empiric
3. Paduan disesuaikan masing-masing
pasien (Ideal, tapi tergantung sumber daya & sarana)
Pilihan berdasarkan :
a. Ketersediaan OAT lini kedua
(second-line)
b. Pola resistensi setempat dan riwayat
penggunaan OAT lini kedua
c. Uji kepekaan obat lini pertama dan
kedua
Program TB MDR yang akan dilaksanakan saat ini menggunakan strategi
pengobatan yang standard (standardized treatment).
Klasifikasi obat anti tuberkulosis
dibagi atas 5 kelompok berdasarkan potensi dan efikasinya, yaitu :
1. Kelompok 1: Sebaiknya digunakan karena
kelompok ini paling efektif dan dapat ditoleransi dengan baik (Pirazinamid,
Etambutol)
2. Kelompok 2: Bersifat bakterisidal (Kanamisin
atau kapreomisin jika alergi terhadap kanamisin)
3. Kelompok 3: Fluorokuinolon yang
bersifat bakterisidal tinggi (Levofloksasin)
4. Kelompok 4: Bersifat bakteriostatik
tinggi (PAS, Ethionamid, Sikloserin)
5. Kelompok 5: Obat yang belum jelas
efikasinya. Tidak disediakan dalam program ini.
C.
Paduan Obat TB MDR
Paduan obat TB MDR yang akan diberikan
kepada semua pasien TB MDR (standardized treatment) adalah: Paduan ini hanya
diberikan pada pasien yang sudah terbukti TB MDR Paduan obat standard diatas
harus disesuaikan kembali berdasarkan keadaan di bawah ini:
a.
Hasil
uji kepekaan OAT lini kedua menunjukkan resisten terhadap salah satu obat
diatas. Etambutol dan pirazinamid tetap digunakan
b.
Ada
riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya sehingga
dicurigai ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat kuinolon
6 Km - E – Etho – Levo – Z – Cs / 18 E
– Etho – Levo – Z – Cs
Jurnal Tuberkulosis Indonesia, Vol.7 2 untuk pengobatan TB sebelumnya, maka
dipakai levofloksasin dosis tinggi.
Apabila sudah terbukti resisten
terhadap levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan
persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik
c. Terjadi efek samping yang berat akibat
salah satu obat yang sudah dapat diidentifikasi sebagi penyebabnya
d. Terjadi perburukan keadaan klinis,
sebelum maupun setelah konversi biakan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah
kondisi umum, batuk, produksi dahak, demam, penurunan berat badan.
D.
Prinsip Paduan Pengobatan TB MDR
Prinsip paduan pengobatan TB MDR
terbagi atas 9 bagian yaitu:
1.
Setiap
rejimen TB MDR terdiri dari paling kurang 4macam obat dengan efektifitas yang
pasti atau hampir pasti.
2.
PAS
ditambahkan ketika ada resistensi diperkirakan atau hampir dipastikan ada pada
fluorokuinolon. Kapreomisin diberikan bila terbukti resisten kanamisin.
3.
Dosis
obat berdasarkan berat badan.
4.
Obat
suntikan (kanamisin atau kapreomisin) digunakan sekurang-kurangnya selama 6
bulan atau bulan setelah terjadi konversi biakan. Periode ini dikenal sebagai
fase intensif.
5.
Lama
pengobatan minimal adalah 18 bulan setelah konversi biakan
6.
Definisi
konversi dahak: pemeriksaan dahak dan biakan 2 kali berurutan dengan jarak
pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
7.
Suntikan
diberikan 5x/minggu selama rawat inap dan rawat jalan. Obat per oral diminum
setiap hari. Pada fase intesif obat oral diminum didepas petugas kesehatan
kecuali pada hari libur diminum didepan PMO. Sedangkan pada fase lanjutan obat
oral diberikan maksimum 1 minggu dan diminum didepan PMO. Setiap pemberian suntikan
maupun obat oral dibawah pengawasan selama masa pengobatan.
8.
Pada
pasien yang mendapat sikloserin harus ditambahkan Piridoxin (vit. B6), dengan
dosis 50 mg untuk setiap 250 mg sikloserin.
9.
Semua
obat sebaiknya diberikan dalam dosis tunggal.
E.
Pengobatan Ajuvan Pada TB MDR
Pemberian tambahan zat gizi :
a. Pengobatan TB MDR pada pasien dengan
status gizi kurang akan lebih berhasil bila diberi tambahan zat gizi protein,
vit dan mineral (vit A, Zn, Fe, Ca, dll). Pemberian mineral tidak boleh
bersamaan dengan fluorokuinolon karena akan mengganggu absorbs obat, berikan
masing – masing dengan jarak minimal 4 jam.
b. Kortikosteroid diberikan pada pasien
TB MDR dengan gangguan respirasi berat, gangguan susunan saraf pusat atau
perikarditis. Prednison digunakan 1 mg/kg dan diturunkan (tappering off)
apabila digunakan dalam jangka waktu lama. Kortikosteroid juga digunakan pada
pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.
F.
Fase-Fase Pengobatan TB MDR
1. Fase Pengobatan intensif
Fase intensif adalah fase pengobatan dengan
menggunakan obat injeksi (kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan
sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan
a. Fase rawat inap di RS 2-4 minggu
Pada fase ini pengobatan dimulai dan
pasien diamati untuk:
· Menilai keadaan pasien secara cermat
· Tatalaksana secepat mungkin bila
terjadi efek samping
· Melakukan komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE) yang intensif
Dokter menentukan kelayakan pasien untuk rawat jalan berdasarkan:
· Tidak ditemukan efek samping Pasien
sudah mengetahui cara minum obat dan suntikan sesuai dengan pedoman pengobatan
TB MDR
Penentuan tempat pengobatan
Sebelum pasien memulai rawat jalan,
Tim ahli klinis rujukan MDR membuat
surat pengantar ke UPK satelit TB
MDR yang terdekat dengan tempat tinggal pasien untuk mendapatkan pengobatan selanjutnya. Pasien juga dapat memilih RS rujukan TB MDR
sebagai tempat melanjutkan
pengobatan rawat jalan hingga selesai pengobatan
b. Fase rawat jalan
Selama
fase intensif baik obat injeksi dan obat minum diberikan oleh petugas kesehatan
dengan disaksikan PMO kepada pasien. Pada fase rawat jalan ini obat oral
ditelan di rumah pasien hanya pada libur
Pada
fase rawat jalan:
1. Pasien mendapat suntikan setiap hari
(Senin s/d Jumat) sedangkan obat oral 7 hari per minggu. Penyuntikan obat dan
menelan minum obat dilakukan didepan petugas kesehatan
2. Pasien berkonsultasi dan diperiksa
oleh dokter UPK satelit-2 setiap 1 minggu
3. Pasien yang memilih pengobatan di UPK
satelit akan mengunjungi dokter di RS rujukan MDR setiap 2 minggu (jadwal
kedatangan disesuaikan dengan jadwal pemeriksaan sputum atau laboratorium lain)
sampai dokter memutuskan kunjungan dikurangi menjadi sebulan sekali
4. Dokter UPK satelit memastikan:
· bahwa pasien membawa spesimen sputum yang
layak untuk pemeriksaan mikroskopik dan kultur setiap bulannya dan dilakukan pemeriksaan
darah atau lainnya jika dibutuhkan.
· Anggota Tim Ahli Klinis dan wasor
memperoleh informasi klinis yang diperlukan untuk dibicarakan pada pertemuan
Tim Ahli Klinis (hasil pemeriksaan sputum dan kultur, efek samping dst)
· Mencatat perjalanan penyakit pasien
dan bila ada kejadian khusus maka akan melaporkan kepada Tim Ahli Klinis di
pusat rujukan
c. Fase pengobatan lanjutan
1. Fase setelah pengobatan injeksi
dihentikan
2. Fase lanjutan minimum 18 bulan setelah
konversi biakan
3. Pasien yang memilih menjalani
pengobatan di RS Rujukan TB MDR mengambil obat setiap minggu dan berkonsultasi
dengan dokter setiap 1 bulan Pasien yang berobat di UPK satelit akan
mengunjungi RS rujukan TB MDR setiap 1 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter
(sesuai dengan jadwal pemeriksaan dahak dan biakan)
4. Obat diberikan setiap minggu oleh
petugas UPK satelit atau RS Rujukan TB MDR kepada pasien. Pasien minum obat
setiap hari dibawah pengawasan PMO
5. Perpanjangan lama pengobatan hingga 24
bulan diindikasikan pada kasus-kasus kronik dengan kerusakan paru yang luas
G.
Lama Pengobatan
Lama pengobatan pada pasien TB MDR
a.
Lama
pengobatan yang dianjurkan ditentukan oleh konversi dahak dan kultur
b.
Anjuran
minimal adalah pengobatan harus berlangsung sekurang-kurangnya 18 bulan setelah
konversi kultur sampai ada bukti-bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan.
H.
Evaluasi Pasien TB MDR
Evaluasi pada pasien TB MDR adalah :
a.
Penilaian
klinis termasuk berat badan
b.
Penilaian
segera bila ada efek samping
c.
Pemeriksaan
dahak setiap bulan pada fase intensif dan setiap 2 bulan pada fase lanjutan
d.
Pemeriksaan
biakan setiap bulan pada fase intensif sampai konversi biakan
e.
Uji
kepekaan obat sebelum pengobatan dan pada kasus kecurigaan akan kegagalan pengobatan
f.
Periksa
kadar kalium dan kreatinin sepanjang pasien mendapat suntikan (Kanamisin dan
Kapreomisin)
g.
Pemeriksaan
TSH dilakukan setiap 6 bulan dan jika ada tanda-tanda hipotiroid
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Tuberkulosis (TB)
masih merupakan masalah kesehatan baik di Indonesia maupun di dunia dan merupakan
penyebab utama kematian.
· Program TB MDR yang akan dilaksanakan
saat ini menggunakan strategi pengobatan yang standard (standardized
treatment).
· pengobatan TB sebelumnya, maka dipakai levofloksasin dosis tinggi. Apabila
sudah terbukti resisten terhadap
levofloksasin regimen pengobatan ditambah PAS, atas pertimbangan dan
persetujuan dari tim ahli klinis atau tim terapeutik.
· Fase intensif adalah fase pengobatan
dengan menggunakan obat injeksi (kanamisin atau kapreomisin) yang digunakan
sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi konversi biakan.
· Anjuran minimal adalah pengobatan
harus berlangsung sekurang-kurangnya 18 bulan setelah konversi kultur sampai ada
bukti-bukti lain untuk memperpendek lama pengobatan.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan-kekurangan baik dari bentuk maupun isinya,
maka dari itu penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam
mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang Tuberkulosis dan semoga dengan
makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
·
World
Health Organization .Guidelines for the programmatic management drug –resistant
tuberculosis emergency edition ,Geneve.2008
·
Dep.Kes
RI,Buku pedoman pengobatan nasional.Jakarta 2007
·
TBCTA.International
Standard for TB care.Geneve 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar